iklan

Cinta Dharma Pandu

 


Pengaruh perempuan bagai ‘pengaruh tuhan’ dalam kehidupan kaum laki-laki setiap hari. Walaupun laki-laki dan perempuan saling melengkapi tapi sepertinya perempuan yang mendominasi. Boleh jadi pemimpin negara adalah seorang laki-laki tapi di rumah seorang raja itu tunduk pada setiap titah sang bidadari. Merayu dan melemparkan nada-nada cinta untuk kita tahu bersama sebagai bukti cinta kasih dan sebagai langkah awal perkembangbiakan.

Itu yang dialami pula oleh raja Pandu dari negeri Buraduna yang masyhur dan sejahtrera. Dia sedang dalam masa dimana seorang laki-laki tak karuan makan dan tak karuan beraktifitas karena seorang perempuan. Masih jadi misteri juga kenapa sebagain kaum lelaki menganggap secara tidak langsung bahwa wanita itu hanya apa yang ada di depan matanya saja. Mungkin itulah fungsi cinta, sebagai auto-fokus. Memusatkan titik tujuan. Tapi rupanya cinta yang dialami raja Pandu menggelora bersama nafsunya. Dan hilanglah semua wanita di dunia ini hanya ada satu orang perempuan pujaannya yang sedang dia ‘akali’ untuk menjadi permainnsurinya. Mendampinginya di singgasana dan melahirkan keturunan sebagai penerus tahta.

Salina Pitaloka adalah putri seorang resi Pratula yang maha sakti dari negri Indraparayu. Kesaktian Pratula diketahui oleh semua raja dan kesatria di jagat raya, begitu juga oleh raja Pandu. Tapi rupanya buka hanya kesaktian sang resi maha sakti itu saja yang raja Pandu ketahui tapi yang lebih dahsyat dan menggugah dan mengaktifkan neuron-neuron dalam kepalanya juga memompa darah menuju seluruh tubuh dan membuatnya bersemangat walau hanya mendengar namanya. Yah, dia adalah dewi Salina.

“berapa kali aku membayangkannya dalam keadaan lesu. Aku langsung bergairah hidup dan memerintah kerajaan ini wahai kakanda” kata Pandu pada kakanya Winu.

“lantas apa rencanamu dengah keadaan perasaan mu yang sedang menggelora karena asmara itu wahai adiku?” tanya sang kakak.

“sepertinya aku akan mengambil langkah tegas kakanda. Aku akan melamarnya dan mendatangi resi Pratula untuk mengutarakan maksud agungku ini”

Disambut dengan raut muka bahagia oleh sang kakak raja Pandu semakin teguh dan yakin. Sepertinya Sang Hyang Tunggal merestui rencana suci ini.

---

Dalam keadaan tak sedang siap menerima tamu dari manapun resi Pratula malah didatangi rombongan pasukan yang dipimpin oleh raja Pandu. Bersama kakaknya dan para tetua negri Baraduna mereka menemani dan mendampingi sang raja. Para pasukan yang Pandu bawa tak membawa sesembahan apapun dan senjata apapun.

“salam hormat wahai resi yang sakti mandra guna, kehebatan dan kebijaksanaanmu harum sampai ke khayangan dan di tercium oleh seluruh penjuru negri” Pandu memuji sambil menundukan pandangannya dan disambut baik oleh sang resi.

“duduklah wahai raja gagah perkasa, suruhlah duduk juga para punggawamu” 

Raja dan para punggawa semuanya duduk.

“lantas apa gerangan yang bisa aku bantu. Apa rajaku ingin meminta bantuan untuk memenangkan perang?”

Di dalam benak sang raja tak mungkin resi yang sakti ini tak tahu maksud hatinya jadi mungkin pertanyaan ini semacam kebijaksanaan dalam menggunakan ilmunnya di tempat-tempat tertentu. Dia mungkin tahu tapi ingin menguji raja.

“itulah yang aku mau wahai resi. Memenangkan perang”.

Mendengar pernyataan itu resi Pratula kaget. Apa sebenarnya yang raja inginkan padahal dia tahu kedatangannya itu ingin meminang putrinya menjadi permainsuri kerajaannya.

“aku ingin memenangkan perang melawan perasaan kesepian ini wahai resi. Hari-hariku diisi oleh kesepian yang sangat. Dan aku mendapat ilham agar aku menang melawan musuhku itu. Yaitu datang kemari. Membawa serta putri tercintamu yang cantik jelita serta baik perilakunya”

“pertama kali aku melihatnya, dia melinatas di wilayah kerajaanku bersama murid-muridmu aku sungguh terpesona padanya wahai resi. Aku bertanya pada salah satu muridmu yang kebetulah sering berkunjung ke wilayahku untuk membeli kebutuhan sang putri. Aku banyak mendengar darinya betapa aku tak sanggup menahan untuk memujanya”

“aku juga sempat menemuinya sekali dengan rasa bahagia yang tak tertahankan. Betapa dia memiliki kedewasaan dan pesona yang luar biasa. Matanya yang indah dan kepribadiannya yang baik menyita seluruh indraku untuk tidak beranjak darinya wahai resi.”

Resi Pratula mengangguk-angguk mencerna dan memahami isi cerita dan maksud sang raja.

“maafkan aku wahai resi yang bijaksana aku lancang menemui putrimu tanpa menemuimu terlebih dahulu. Aku sudah dibakar rasa cinta yang membara. Salain permohonan maaf aku juga ingin memohon izinmu wahai resi yang agung untuk menjadikan putrimu permainsuriku. Aku tak membawa apapun wahai resi. Pasukanku pun tak aku persenjatai karena aku datang kemari untuk melaksanakan niat agungku bukan untuk mengobarkan api peperangan dan ancaman.”

“wahai raja yang aku hormati. Terimaksih kau telah menghormatiku dengan baik aku sangat tersanjung. Ada dua hal yang harus kusampaikan padamu wahai Pandu yang perkasa. Pertama; aku dan putriku sangat bahagia mendengar niat baik paduka raja. Kami sangat terkesan. Kedua; kami mohon maaf sebelum raja Pandu datang kemari sudah ada raja lai yang datang. Dan aku berjanji siapapun yang datang kemari menemuiku dengan maksud melamar putriku maka kau akan menyetujuinya sekalipun dia seorang pemulung. Tapi rupanya yang datang adalah raja dari wilayah kami, Indrapalayu. Raja Durmisa.”

“Dia memohon untuk menjadikan putriku permainsurinya. Lalu aku menyetujuinya untuk menjadikan putriku menjadi permaninsurinya. Maafkan aku wahai Pandu. Aku tidak bisa melanggar janjiku. Tapi aku juga tak bisa membiarkanmu kecewa begitu saja. Maka dengan seluruh alam bersaksi aku akan memberikan kekuatan dan kebijaksanaanku padamu sehingga aku tidak lagi memiliki kekuatan dan beberapa hari kedepan aku akan meninggal.”

Raja Pandu tidak bisa mengelak dari takdir dan dia harus paham bahwa sekuat apapun keinginannya benteng takdir tidak bisa ditembus. Dengan berat hati raja Pandu menerima kekuatan itu. Bukanlah menjadi kuat dan sakti yang menjadi tujuannya datang menemui sang resi tapi yang membuatnya resah dan gelisah sepanjang hari. Perasaan yang menwannya bagai tahanan. Cinta yang membara. Kasih dan sayang yang siap terejawantah.

Tapi apa daya dan kuasa sang raja. Ada Raja di atas raja yang mengatur semua ini. Mengatur bahwa putri Salina memang bukan untuknya dan dia harus merelakannya untuk dipinang orang lain. Sungguh hari yang berat dan penuh dengan ujian kesabaran dan keikhlasan.

----

Setelah memberikan kekuatan pada raja Pandu, dua hari kemudian sang resi meninggal. Raja Pandu mengiringi kematian sang resi dan sempat melihat air mata keluar dari mata indah putri Salina. Tak tahan Pandu ingin menyeka air suci yang keluar dari matanya itu tapi tak berdaya pula dia melakukannya karena dia sudah menjadi milik orang lain. Di pemakaman pun putri Salina bersama raja Durmisa yang siap melakukan pernikahannya setelah pemakaman sang resi.

“kau penyebab ayahku meninggal!” sentak Salina pada Pandu.

“kau buat kebahagiaanku sirna Pandu! Kenapa kau tega melakukannya. Aku menyayanginya lebih dari siapapun yang ada di dunia ini. Kini hatiku hancur melihat dia pergi ke alam baka tanpa persetujuan dariku. Padahal aku masih butuh bimbingannya. Kau pembunuh! Kau pembunuh pandu!”

Pandu menatap tegar dan tegas Salina Pitaloka dengan air mata yang keluar dari mata kirinya. Dia menahan air itu agar tidak keluar tapi akhirnya keluar juga.

“Mungkin bisa jadi kau yang pembunuh wahai putri Resi yang bijak. Kau membunuh harapanku, cintaku dan kasihku padamu. Tapi aku coba menerima tuduhanmu wahai putri jelita.  Setidaknya karena ayahmu yang bijaksana yang rela mengorbankan dirinya untuk memuliakanmu. Dia yang mulia akan menjadikan segala yang dihadapannya mulia sekalipun gunung  hancur dan gunung itu merasa hina karena membunuh mahluk lain tapi dia kan memberitahu gunung itu bahwa kehancuraannya adalah anugerah Sang Hyang Tunggal yang membawa keberkahan bagi mahluk-mahluk lain. Dialah ayahmu. Dia memuliakanku sekalipun perasaanku hancur”

“pulanglah bersama rajamu. Aku berdo’a untuk kemakmuran kehidupanmu dan suamimu kelak. Ilmu ini akan aku gunakan untuk mencerahkan umat manusia. Tak akan kusia-siakan anugerah agung yang Sang Hyang Tunggal berikan melalui ayahmu ini.”

---

Setelah pemakaman itu Pandu menjalani tugas darma suci mengamalkan ilmu mulia. Menjadi guru bagi setiap orang yang datang ke padepokan yang terletak di tempat resi Pratula dulu bermukim. Banyak kesatria dan raja-raja yang datang padanya meminta nasihat dan kekuatan spiritual yang linuhung. Dia memberikan tahta pada kakanya.

Komentar