iklan

Neuroplastisitas: Adaptasi dan Kebiasaan Baru


Sudah lama rasanya nggak mecorat-coret blog ini. Gue sedang mencari bahan yang kira-kira pas untuk gue bagikan kepada pembaca supaya mereka ‘dapat sesuatu’ setelah mampir ke sini. Entah itu berupa pencerahan atau berupa penyesatan. Paragraf ini ada sebagai pembuka yang biasa blogger lain tunjukan ketika udah lama banget nggak nulis di blognya. Patut ditiru.

Kemarin-kemarin gue sering banget bikin tulisan tentang otak dan pikiran. Sebenarnya itu adalah semacam rubrik tapi gue nggak mengumumkannya sebagai rubrik soalnya takut nggak konsisten. Oleh karena itu jadi silent rubric ajah. 

Related Post: 
 


Udah lama gue tertarik dengan topik otak dan pikiran, karena kebetulan gue deket dengan trainer dari Jakarta yang materi pelatihan beliau bawakan yaitu tentang otak, potensinya dan bagaimana menggunakannya. Dari situlah gue mulai tertarik dan dari beliau pula gue punya pandangan hidup yang baru. Di lain waktu gue akan ceritakan beliau.

Sampai sekarang gue masih suka dan sedang mendalami ilmu pikiran dan hal-hal tentang otak. Dan keputusan untuk mempelajari ini adalah ketika gue menemukan fakta bahwa otak itu luar biasa jika kita maksimalkan. Yah, pelajaran atau materi atau juga ilmu apa pun bisa dipelajari.



Termasuk mengubah kebiasaan. Gue mengalami sendiri hal ini.  Gue yang tadinya nggak begitu suka membaca buku yang tebel-tebel dan (agak) serius, sekarang malah kecanduan, apalagi yang membahas tentang pengembangan diri, tentang pikiran dan tentang otak.

Fakta ilmiah dari kebiasaan baru gue ini adalah, ternyata otak  kita bisa membuat jalur baru untuk hal-hal baru. ‘Jalur membaca buku tebal’ yang gue alami contohnya. Pembuatan ‘Jalur membaca buku tebal’ ini dalam istilah neurosains (ilmu tentang otak) adalah neuroplastisitas atau dalam bahasa inggris (medis) neuroplasticity.

Jenis makanan apaan sih neuroplastisitas? Sejenis gemblong atau sejenis tahu gejrot? 

Bukan. Tapi tahu gejrot boleh juga tuh.

Neuroplastisitas adalah kemampuan menakjubkan otak kita untuk berubah dan beradaptasi. Hal ini mengacu pada perubahan fisiologis (fungsi-fungsi) di otak yang terjadi sebagai hasil dari interaksi kita dengan lingkungan kita dan interaksi kita dengan hal-hal baru.

Dari waktu otak mulai berkembang di dalam rahim sampai hari kita mati nanti, koneksi antara sel-sel di otak kita menata kembali dalam menanggapi perubahan sesuai kebutuhan kita. Proses dinamis ini memungkinkan kita untuk belajar dan beradaptasi dengan pengalaman yang berbeda.

Kemampuan otak untuk menata kembali dirinya dengan membentuk koneksi saraf baru sepanjang hidup ini membuat gue sadar bahwa tidak ada kata terlambat dan kata ‘nggak bisa’ untuk mengubah kebiasaan, mengubah hal yang kurang baik ke arah yang lebih baik lagi. Untuk siapapun orannya, termasuk gue sendiri.

Lingkungan yang mentriger gue untuk jadi pembaca sejati, pembelajar sejati. Dari lingkungan yang positif gue mendapatkan motivasi untuk berbuat lebih baik lagi dalam hidup. Terutama memaksimalkan apa yang sudah gue punya dan memaksimalkan potensi gue dengan baik.

Nah, manfaat dari ditemukannya neuroplastisitas ini untuk kehidupan kita adalah (catat dan ingat baik-baik teman-teman) kita mampu dan bisa mempelajari hal baru, mengubah kebiasaan lama kedalam kebiasaan baru yang lebih baik, dan tentu berkat neuroplastisitas inilah kita bisa beradaptasi dengan lingkungan baru.

Perubahan memang nggak enak pada awalnya, bahkan kita cenderung resistance (baca: menolak). Apalagi ketika kita ingin mengubah kebiasaan buruk kita kemudian teman atau orang terdekat kita tahu pasti ada saja yang berkomentar negatif ketika kita ingin mengubah diri kita kedalam kebiasaan yang lebih baik ke dalam lingkungan yang lebih baik dan mulai menata diri untuk mencapai target pribadi.

Untuk mengatasi ‘ketidakenakan’ perubahan, awali dengan niat yang sungguh-sungguh dan fanatik disiplin, lalu kemudian nikmati saja prosesnya. Gue juga nggak langsung baca satu BAB penuh ketika gue baca buku tebel, berawal dari tiga lembar dulu kemudian nambah lagi dan lagi sampai mata gue beler. Gue nikmati proses itu dan dari situ pula gue mendapatkan banyak pelajaran. Lama-kelamaan akhirnya gue jadi terbiasa.


Untuk mengatasi orang yang suka berkomentar negatif. Berikanlah ARTI DAN MAKNA yang positif dan membangun pada setiap komentar negatif atau statement negatif terhadap perubahan yang kita lakukan. Contohnya:

Komentar negatif: “gaya banget lu baca buku, kayak ngerti ajah isinya”  

Arti dan makna yang kita berikan nggak perlu kita ucapkan ke orang tersebut atau menjawab setiap komentar dia, jangan berdebat dengan dia. buang-buang tenaga karena yang dia punya hanya senjata ‘negatifitas’ dan itu tidak akan habis. Mending diam dan buktikan kita bisa.  

Ucapkan dalam diri kita sendiri: “yah memang gue sedang mencari gaya baru dalam hidup, gaya yang membuat gue lebih berkembang, lebih baik lagi dan membuka pikiran gue. Untuk itulah gue membaca karena belum mengerti isi dari buku ini. Kalau gue udah mengerti gue akan menerangkan isinya ke elo. Dan.. gue suka membaca”

Gitu ajah.

Komentar itu hanya di awal-awal ajah nanti juga kalau kita sudah bisa membuktikan hasil dari kebiasaan baru kita itu mereka akan cenderung tidak banyak bicara. Makanya jangan buang-buang waktu dan tenaga untuk berdebat dengan mereka. Mending tenaganya buat baca dan buat nyari gebetan baru.

Mungkin itu ajah dari gue. Tuhan udah kasih kita anugerah berupa neuroplastisitas di otak kita, sebuah sistem yang memungkinkan kita untuk mengubah kebiasaan buruk kita kepada kebiasaan baik, tinggal KITAnya, mau mengubah diri jadi lebih baik atau tetep gitu-gitu ajah.  

Gue sendiri memilih untuk memanfaatkan temuan dan anugerah itu, gue pengen jadi lebih baik lagi dan gue harap kalian di luar sana dan yang baca tulisan ini juga mempunyai keinginan yang sama.



Yuk, bersama-sama, mari kita ubah diri kita ke arah yang lebih baik lagi. Gue sarankan juga supaya kita move dari lingkungan yang bikin kita nggak bisa berkembang ke lingkungan yang lebih baik lagi


We are what repeatedly do; excellent, then, is not an act but a habit. -Aristotle

 
Semoga bermanfaat, silahkan komen dan share jika ada manfaatnya. See you next post.



Suber gambar: Google

Komentar

  1. Wah artikelnya bagus banget. Memang susah sebenarnya untuk merubah kebiasaan, tapi bukan gak bisa. Proses awalnya emang susah, apalagi kalo gak konsisten, tapi seiring kita jalan dalam proses pembiasaan itu, pasti lama kelamaan kita bakal ngerasa biasa aja dan gak terasa sesulit dulu saat baru memulai kebiasaan baru tsb.

    BalasHapus
    Balasan
    1. menurut gue mah nggak susah, tergantung niat kitanya kang Sam

      Hapus
  2. Ya manusia udah dibekali dengan otak, otak merupakan pusat perintah yang ada di tubuh kita.

    Aku rasa merubah sikap pemalas jadi aktif itu yang susah, aku pengen mengubah pola makan biar berat badan gak naik, dan merubah pola hidup sehat dengan tidak merokok lagi, bulan pertama sangat sulit, meskipun lagi semangat-semangatnya, tapi lama kelamaan kalo konsisten akan menjadi kebiasaan yang bagus buat diri kita.

    BalasHapus
    Balasan
    1. coba ajah kang Santo jangan bilang susah dulu. awal ajah udah bilang susah ya susah

      Hapus
  3. butuh baca berkali kali buat mencerna soal ini, ya namanya juga manusia ya , kadang ada malesnya , pengennya mager, tapi apasalahnya mencoba untuk merubah kebiasaan itu menjadi lebih baik dan konsisten.

    BalasHapus
  4. Aku juga berprinsip, moga2 besok lebih baik lagi, menghasilkan karya yang bermanfaat dan bisa menciptkan hal-hal baru yg unik. Yah meskipun itu susah sih, eh tapi aku baru tau istilah neuroplastisitas ini hahahhaa
    Pengetahuanku kurang luas sepertinya.

    btw dah lama gak main ke blogmu PIK

    BalasHapus
  5. Wahh Emng Rasa Malas itu udah Kebiasaan..

    Lagian Aku Baru Tau Ka Istilah Ini..
    Jadi Ada Kata" Yg Sulit Di Cerna Sama Otak Aku

    BalasHapus
  6. Oh gitu to ternyata otak keren banget mantappp. Tapi yang jadi masalah, kadang2 kalo kemauannya kurang kuat, badan ini ngga mau ngelakuin hal yang 'berbeda' dari biasanya. Akhirnya malah nanti2, ngga jadi break the limit deh :(

    BalasHapus
  7. Bicara masalah gejrot, maksut gue Neuroplastisitas. Gue belum pernah denger apa itu Neuroplastisitas, tetapi manusia emang punya kemampuan beradaptasi akan sesuatu kebiasaan baru. Ini aja gue lagi berusaha atau sedikit maksaain diri buat ngembangin kemampuan beradaptasi ini. Bukan beradaptasi masalah sekitar melainkan beradaptasi dengan kedisiplinan. Gue mulai seneng belajar dan ngemanfaatin waktu gue buat mencari ilmu dari pada cuman bermain game. Akir akir ini waktu di kelas sempet ada yang komen gini "Wah rajinnya anak mama" dan gue cuman nanggepin dengan senyuman, gue pikir daripada bengong aja di kelas lebih baik gue manfaatin waktu untuk belajar

    BalasHapus
    Balasan
    1. good job gue suka nih orang yang udah sadar dengan waktu yang harus digunakan dengan hal2 positif hehe

      Hapus
  8. kadang buat memulai sesuatu yang baik pasti bakal dapet banyak cibiran dari orang, ya wajarlah hehehe, ya ngubah kebiasaan itu sulit emang, kalo nggak salah minimal dibutuhkan waktu 30 hari buat ngelakukan kebiasaan itu sehingga kita nggak lagi meraasa aneh melakukan itu.

    BalasHapus
  9. Hmm... Gimana ya. Kadang otak udah niat. Tapi kok tetep males ya? Mood-mood-an parah aku ini. Ubah mindset gak segampang teori huhu.. Please... Pengeb gitu lancar aja ngerjain apa saja tanpa malas atau kesusahan beradaptasi.

    BalasHapus
  10. Wah, menarik. Saya cukup tertarik dengan change process dan negatifitas itu. Ternyata di change process ada chaos phase, ya. Itu berarti segala kekacauan yang pernah orang rasakan sebenarnya bagian dari menjadi lebih baik (selama ada maksud berubah).

    Menarik, menarik. ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. yap benar, perubahan menimbulkan kekacauan di dalam diri kita jika perubahan itu dilakukan pada sesuatu yag sudah lama menjadi keyakinan dan kebiasaan

      Hapus
  11. wah tulisan ini lumayan berat, kecuali di bagian tahu gejrotnya. tapi btw tahu gejrot boleh juga tuh.
    membahas salah satu rahasia illahi yaitu otak memang nggak ada habisnya, merubah rasa ingin menjadi perintah untuk segera dilaksanakan memang susah. karena otak punya cara tersendiri untuk memilah dan memilih. mengubah kebiasaan yang tadinya malas untuk dilakukan menjadi mau untuk dilakukan. ada satu musuh terbesar otak, yaitu nafsu. karena nafsu mengubah pikiran sehat menjadi tidak sehat. cmiiw

    BalasHapus
  12. Kadang ada aja orang dilingkungan ku yang ga suka sama kegiatanku.
    sampe aku merasa risih kalo deket-deket mereka.
    aku merasa 'ko aku berbeda ya?'

    tapi setelah baca buku-buku dan kisah orang yang penuh inspiratif aku jadi belajar kalo bersikap cuek adalah jawabanya,
    so, sekarang aku mah sebodo teuing kalo ada orang yang berkomemtar miring tentangku.
    i just do what i love :)

    BalasHapus
  13. Keren deh bahas otak dan kebiasaan. Memang kita harus memulai dr niat dan kesungguhan kita utk mengubah semuanya menjadi lebih baik. Dua jempol buat Tofik

    BalasHapus
  14. Dari gambar ilustrasi di atas, merubah habit itu seperti sebuah keterpaksaan yah? Di mulai ada org yang jatuh ke jurang, lalu kembali naik ke atas melalui tebing sebelah kanan...

    Filosofinya bagus nih, tinggal keputusan ada di kita. Untuk berubah mau dipaksa oleh alam (natural) atau memaksa diri sendiri

    Mantap, makasih bang topik untuk ilmu barunya :)

    BalasHapus
  15. Duh bang, pusing lah kalo baca tulisan macam ini. enak kalo dibahas secara life. Sebab tentang otak itu duh rumitnya minta ampun. Tapi aku pernah baca tentang film apa yang gampang banget bang tentang otak dan cara kerjanya. Seperti spongebob dengan berkas-berkas di dalam kepalanya itu...

    BalasHapus

Posting Komentar

Terimakasih atas komen dan kunjungannya. Kalau ada kesempatan saya akan BW balik.