iklan

Apa yang layak kita sesali?



Semua yang baca tulisan ini terlepas dia laki-laki atau semi laki-laki atau pun perempuan pasti pernah menyesal. Karena setahu gue gender nggak berpengaruh terhadap hal yang satu ini. Gue pun sama pernah mengalaminya. Yang paling gue sesali dalam hidup ini adalah selama dua belas tahun sekolah gue jarang banget belajar apalagi membaca. Dan efeknya sekarang gue telat berkembang. Tapi untungnya gue sadar kodratnya manusia adalah harus belajar. Karena menurut gue kalau ada orang yang nggak belajar berarti dia termasuk dalam katagori orang yang sombong.

Why? Karena dia merasa tahu segalanya dan dia memutuskan untuk tidak belajar. Tapi kan bisa ajah karena malas. Nah, itu dia kita nggak tahu kalau kita sebenarnya sedang bersikap sombong. Menurut gue (lagi) sombong bukan cuman urusan pamer-pameran apa yang lo punya ke orang lain tapi orang yang malas nggak mau belajar dia juga sombong. Merasa tahu segalanya padahal (mungkin saja) otaknya kosong.


Makanya kalau ada orang yang bilang “lo kok sombong sih” terus lo jawab “nggak ahh gue nggak sombong, apa sih yang gue sombongin kan gue nggak punya apa-apa. Apaan yang gue pamerin" mungkin bisa jadi orang yang ngatain kita sombong bukan karena dia melihat kita pamer sesuatu tapi karena selama ini kita malas. Nggak mau belajar. Makanya dikemudian hari itulah yang bikin kita menyesal. Ya, nggak jauh-jauh lah contohnya, selama duabealas tahun gue terlalu sombong. Jarang belajar makanya sekrang menyesal.

------

Malam minggu kemarin sodara gue nikahan. Dengan semangat empat lima gue datang dengan niat mau makan. Sampai di tempat hajat gue ketemu teman lama. Karena udah lama nggak pernah ketemu gue sempetin ngobrol dulu sebentar. Akhirnya niat mau makan pun gue batalkan, gue cuman ngasih amplopnya ajah. Mending gue ngbrol dulu ajah soalnya jarang-jarang ketemu dia kata gue dalam hati.

Namanya Kacrut dia adalah temen sepernongkrongan,  umurnya di bawah gue. Bisa dibilang dia adalah adik kelas gue. Tapi secara fisik gue kalah tua sama dia. Dengan badannya yang gendut dan tinggi, kulitnya agak gelap dan rambutnya yang kriting dia terlihat seperti security diskotik. Walapun gue sama sekali belum pernah dugem. Dulu gue pernah ceritain dia di blog ini.
Kacrut ini udah kerja. Gila kan masih muda tapi udah kerja. Yang bikin keren, dia kerja semenjak umuran SMP. Dia putus sekolah. Sekolahnya di kehidupan nyata. Real experience. Pekerjaannya adalah sebagai supir. Supir trek.  Biar agak kerenan dikit gue sebut saja dia driver. Emang apapun yang dibahasa inggrisin itu keren dan terlihat mahal. Kacrut jadi driver udah sekitar empat tahunan. Udah lama banget karena dia memutuskan untuk terjun ke dunia perdriveran semenajak SMP. Awalanya dia jadi driver assistant (baca:kenek) dulu baru setelah beberapa tahun kemudian naik pangkat jadi driver.

“gimana kabarnya Pik?” Kacrut nanya gue. Gue lihat perutnya makin buncit ajah. Gue sampai bingung itu perut apa kendi air.
“baik Crut..” sambil ngelitain perutnya si Kacrut.
“gimana kuliahnya pik? Udah lulus belum?”
INI KENAPA JADI DIA NANYAIN GUE LULUS APA BELUM. AH RESE NIH.
“kata kakak lo. Lo lagi sibuk ajah katanya” lanjut Kacrut. Kacrut emang seringnya main sama kakak gue. Mereka berdua mainin ayam. Ayam Bangkok. Nggak tahu udah berapa ayam Bangkok yang berhasil mereka hamilin.
“nggak gimana-gimana Crut.. do’ain ajah Desember gue wisuda” gue nyengeir.
“amin..amin”

Gue berharap Kacrut selanjutnya nggak ngomongin skripsi gue. Kalau sampai ngomongin skripsi. Gue mau ajak dia ngerejain skripsi bareng. Biar dia tahu bagaimana rasanya radiasi sinar skripsi bisa bikin dia tampak lebih tua, sampai-sampai dia harus pakek krim yang SPFnya 150.

Setelah agak lama ngobrol ternyata dia nggak ngomongin skripsi. Gue bersyukur.

“gue dulu nyesel pik” kata Kacrut. Sebelum gue tanya ‘kenapa’, dia udah jawab duluan “gue nyesel nggak sekolah. Jadinya sekarang nyari kerjaan susah. Kadang iri kalau lihat temen-temen pada ngelamar kerja sana-sini”
“lo nggak usah nyesel Crut. Percuma. Mending lo pikirin ajah apa yang bisa lo perbuat sekarang untuk mencapai tujuan lo” gue mencoba memberikan saran. “karena percuma juga kalau terus disesali, nggak bakal ada habisnya” gue sotoy.

Gue udah sering denger keluhan ini sebelumnya dari Kacrut. Tapi inilah kehidupan, apa yang kita pilih itulah yang akan menjadi jalan hidup kita. Dia memilih untuk berhenti sekolah dan menjadi driver, maka itulah yang sekarang dia jalani. Keadaan membuatnya berpikir dia lebih baik berhenti sekolah untuk meringankan beban orangtua dan membantu orangtuanya. Kebetulan Kacrut saat itu putus sekolah kerena orangtunnya kurang mampu membiyayi sekolah.

Padahal bukan itu yang menjadi masalah menurut penglihatan gue. Orang tua Kacrut sebenarnya nggak nyuruh dia berhenti sekolah, keadaan ekonomi keluarganya yang membuat dia berfikir ‘ah lebih baik gue berhenti sekolah supaya meringankan beban orang tua gue, gue mau kerja ajah biar meringankan beban orang tua’. Sekarang dia berhasil membantu orangtuanya. Apakah benar-benar membantu? Gue rasa bantuan yang Kacrut kasih nggak maksimal. Kenapa? Gue lihat (mohon maaf) keadaan ekonominya statis. Gitu-gitu ajah.

Kalau ajah dia melanjutkan sekolah (sampai SMA lah minimal). Mungkin sekarang dia bisa kerja di pabrik-pabrik yang gajinya lumayan ketimbang menjadi driver. Beberapa bulan yang lalau ada program paket C tapi dia nggak ikutan. Alasannya masih sama. Orang tua. Kenapa alasan itu selalu seolah-olah menjadi penghambat. Padahal dia nggak sadar beban orangtua secara perlahan tapi pasti sedang bertambah tanpa dia sadari. Karena dia masih makan dari orang tua. Sementara uang yang dia hasilkan hanya cukup untuk membiyayai makan sehari-hari. At least kalau ada lebihan mungkin buat besok atau lusa. Nggak ada yang bisa ditabung.

Apa kesimpulannya

Gue udah bilang di awal semua orang pasti pernah menyesal. Gue dan Kacrut mengalaminya. Bedanya apa? Cara kita berdua beda dalam menyikapi penyesalan.

Tapi kan Kacrut anak orang nggak punya pik, lo kan bisa dibilang mampu lah.

Tunggu dulu. Mari kita kesampingkan dulu keadaan ekonomi gue dan dia. karena itu udah jadi ketentuan Allah SWT. Jangan nyalahin keadaan. Jangan sampai malah menyalahkanNya juga. Di luar sana pun mungkin ada yang keadaan ekonominya lebih tinggi daripada gue. Makanya keadaan ekonomi itu terkadang nggak berbanding lurus dengan baiknya pola pikir seseorang. Ada juga  (banyak malah) yang keadaan ekonominya di bawah gue malah otaknya keren abis, pintar dan optimis.

Gue berfikir kalau penyesalan gue ini harus menjadi ‘bahan bakar’ untuk memacu gue jadi lebih optimis, semangat untuk mencapai apa yang menjadi cita-cita gue. makanya gue belajar dan lain-lain. Sementara Kacrut, penyesalan yang dia alami tetap dia pelihara dan membuat dia enggan beranjak. Hasilnya dia dari dulu gtu-gitu ajah. Sekali lagi ini bukan karena keadaan ekonomi yang mempengaruhi pola pikir seseorang. Tapi inilah pemaknaan yang berbeda yang gue lakukan dan Kacrut lakukan. Gue juga bukannya mau pamer tapi gue kasih contoh yang real. Beneran terjadi di kehidupan nyata.

Dan ini juga bukan menjudge kalau Kacrut nggak punya apa-apa selain penyesalannya yang salah dia maknai.  Dia adalah pekerja keras, tangguh, sayang sama orang tuanya dan adik-adiknya, dan masih banyak lagi. Termasuk life experience dia lebih banyak dari gue. Tapi seharusnya kalau dia bener-bener sayang dengan keluarga, dia lanjutkan sekolahnya, dulu. Atau ikutan paket C, mengambil kesempatan kedua.

“kadang kita pernah lihat pasangan mengatasnamakan rasa sayang dia memilih untuk menyakitnya. Orang tua pun begitu atas nama rasa sayang terhadap anaknya dia marah-marah ketika anaknya berbuat salah. Sampai si anak takut dan tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama. Bukan karena sadar hal yang dilakukannya salah tapi takut dimarahi” THIS IS WRONG  LOVE.

Semoga ini bisa menjadi pelajaran buat kita. Terutama buat gue juga. Hidup ini mungkin kata orang bilang, hanya permainan. This is just the game. Tapi di dalam permainan ini kita juga disediakan pilihan; mau jadi pemain yang biasa-biasa ajah atau pemain yang luar biasa. Jalannya juga udah ada masing-masing. Tinggal pilih. Pilihan ini juga terkadang sulit, kita harus banget mikir. Kalau nggak mau mikir apalagi mikirnya salah bisa jadi pilihan yang kita ambil adalah pilihan yang salah.

Jadi apa yang layak kita sesali?

Sebenernya nggak ada, yang ada harusnya kita bikin gimana supaya nanti di masa depan kita nggak menyesal lagi untuk hal yang sama dan hal lain yang akan terjadi. Makanya ada istilah ‘belajar dari kesalahan’ –baik kesalahan kita maupun kesalahan orang lain.

Komentar

  1. Kebanyakan orang yang sedang ngerjain skripsi itu bijak ya.. hehehe

    Aku setuju banget kalo kita hidup harus mengambil pelajaran dari kesalahan diri sendiri ataupun orang lain..

    Semua skripsinya cepat selesai yah.. :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iye nih kerasukan im Mario gue

      Amin...

      Hapus
    2. Eh maaf baru sadar kalo kemaren ngetiknya ada yang typo semoga jadi semua, untung yang baca paham hahaha..

      Semoga kerasukan terus ya.. hehehe

      Hapus
  2. Salam super buat agan
    Saya sangat setuju dengan apa yang agan bilang, hidup ini gak perlu ada yang disesali tapi jadikan itu mitivasi untuk memperbaiki diri ke arah yang lebih baik lagi.

    Kita samaan gan masih dalam masa skripsi dan emang di titik inilah sensor-sendor sensitif akan skripsi jadi otomatis. Tapi ya kitapun jangan terlalu terpaku dengan statement skripsi itu kejam, enggak skripsi itu menyenangkan kok. Coba ubah pola penglihatan kita dari sudut pandang lainnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam ssuper juga gan. Cendol gan..

      Siap gan skripsi bukan beban

      Hapus
  3. Apa yang kita sesali? Hanya diri kita sendiri yang mengetahuinya,
    Sesama mahasiwa yang lagi garap skrispi. Semangat bro! :")

    BalasHapus
  4. Jangan sombong (lagi), Makasih bang tofik untuk wejangannya.. Kelarin noh buruan Skripsinya.. hehe

    BalasHapus
  5. ehm...setuju, kalo kemalasan itu bagian dari kesombongan juga...wuhaha aku ternyata sombong juga selama ini, karena sering males2n
    btw, skripsi mah emang pertanyaan yg paling menohok jantung dan paling dihindari buat mahasiswa tingkat akhir

    BalasHapus
  6. yah emang gitulah penyesalan itu selalu datang belakangan, makanya perlu namanya perencanaan, namun biasanya hal-hal yang diputuskan secara emosional dan terlalu cepat biasanya itu yang bikin nyesel, mungkin itu yang dilakukan oleh temen lo fik, tidak berpikir jangka panjang, sewaktu mengambil keputusan secara emosional, tapi saran lo untuk temen lo jalani aja dulu yang ada, dan fokus ama masa depan adalah jawaban yang super sekali. :3

    BalasHapus
  7. Pastinya, penyesalan cuma datang di akhir, dan kalau diratapi lama-lama malah bikin semakin down, seperti yang terjadi sama kawanmu. So, istilah kerennya sekarang, daripada mengutuk kegelapan, lebih baik menyalakan lilin. Satu2nya cara cuma nyari solusi supaya next time nggak terulang lagi penyesalan itu :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. bener teh nyalakan saja lilinnya. asal jangan ngepet ajaha haha

      Hapus
  8. Iya nih, semuanya ngga perlu kita seseali, cukup buat jadi pembelajran agar kita mampu menjalani hidup kedepannya~

    BalasHapus
  9. Postingan yang dalem...

    Setelah baca ini, gue masih bersyukur bisa sekolah dan lebih beruntung daripada si Kacrut. Gue yang kerjaannya tinggal sekolah, malah sering nyeluh capek segala macem. Berarti gue udah termasuk sombong.

    Kita emang gak tau apa yang terjadi ke depan. Keenakan, lengah, jadinya nyesel ke sananya. Ya, intinya bisa ngambil sisi positif dari semua yang terjadi

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya Rob mending lo syukurin ajah daripada dicabut nikmat lo haha

      Hapus
  10. Keren dong dia sudah banting tulang sejak SMP, ada temenku yang gak ngelanjutin ke SMA gara-gara kerja. Dia kerja di SPBU, katanya lumayan sudah bisa biayai diri sendiri. Iri sih tapi ya gimana pendidikan itu penting kan, gak tau deh dia sekarang kabarnya gimana.

    Mungkin yang bisa dilakukan si Kacrut ngelanjutin kejar paket C, dia kan bisa sekolah sambil kerja (tapi pasti capek lah ya) biaya sekolahnya bisa dari gajinya kerja gitu. Semoga kedepannya bisa lebih baik untuk si Kacrut.

    Btw Desember 2 bulan lagi lho bang :v

    BalasHapus
    Balasan
    1. bukan keren sih tapi elbih ke sayang ajah kan masih bisa sekolah kalau dia mau

      Hapus
  11. Dua konteks penyeselan yang gue lihat. Gak tanggung2 langsung dua kondisi yg jelas2 beda banget.

    Emang sih, banyak hal yang bkalan orang sesali ketika masa depannya tak sejalan dengam harapan di masa kecilnya..

    Ya meskipun dalam kondisi sulit atau senang, penyesalan hanya bisa diobati dgn rasa syukur atas apa yg udah Allah kasi ke kita. Itu aja yg perlu bg...

    BalasHapus
  12. dan seperti biasa penyesalan selalu datang di akhir..
    kalo di awal bukan penyesalan tapi namanya perencanaan. makannya biar nggak ada penyesalan harus ada perencanaan dulu yang benar2 matang dan dijalankan sesuai dengan apa yang sudah direncanakan

    BalasHapus
  13. penyesalan itu bagaikan super hero, datangnya akhiran. mungkin ketinggalan bis kali yak.
    tetapi sebenarnya penyesalan datang untuk memberikan kita pelajaran, bahwa sebenar benarnya hidup adalah menyoal untuk belajar ikhlas. ikhlas dalam artian bisa mup on gitu hehe.

    btw saya juga mahasiswa tingkat akhir nih, insyaAllah januari besok sidang. doakan ya kaka :)

    BalasHapus
  14. Kalo soal pendidikan gue lihatnya beda lagi, bagi gue pendidikan adalah tanggung jawab kita pada peradaban, jadi kalo mau masyarakat yang beradab ya lewat pendidikan. Soal pola pikir juga balik ke diri masing-masing, seperti yang lu bilang mau belajar atau enggak. Soal ekonomi emang gak ngaruh sih... Gak harus sekolah untuk jadi kaya. :D

    Penyesalan emang selalu datang belakangan, tapi bagi gue penyesalan hanya untuk pengecut, dimasa lalu gue juga pernah ngambil keputusan-keputusan yang salah. Tapi hidup kan harus terus berjalan... Kembali ke masa lalu juga gak mungkin kan. :D

    BalasHapus
  15. Memang, penyesalan selalu datang belakangan, karena penyesalan ada setelah kita melakukan, tidak ada menyesal di depan. Dilakukan saja tidak, kenapa menyesal? Kecuali itu hal baik, baru menyesal tidak dilakukan. Kalau di depan itu bukan menyesal, tapi pendaftaran :p

    Ingat, pengalaman adalah guru terbaik. Tapi jangan salah memaknainya, ini bukan berarti kita harus melakukan 'pengalaman' itu dulu biar dapat pelajaran, tapi kita bisa belajar dari pengalaman orang lain, karena kedelai tidak mungkin jatuh di lubang yang sama dua kali, dan manusia tidak mungkin kotor di becek yang sama, juga temannya.

    BalasHapus
  16. dari pada menyesali mendi berusaha memperbaiki...

    BalasHapus

Posting Komentar

Terimakasih atas komen dan kunjungannya. Kalau ada kesempatan saya akan BW balik.