Masih dalam momen liburan, gue
mencoba untuk refreshing. Nyari
sesuatu yang menyegarkan pikiran. Setelah bosan di tempat Curug Si Domba, karena nggak ngapa-ngapain selain foto-foto dan
lihat curugnya. Gue dan dia memutuskan untuk pergi ke Gedung Perundingan Linggarjati.
Jaraknya nggak terlalu jauh, masih
searah dengan jalan curug Si Domba.
Gedung itu terletak di kabupaten Kuningan kecamatan Cilimus desa Linggarjati.
gue mulai menyalakan motor dan memulai perjalanan menuju GPLJ (Gedung Perundingan Linggarjati). Ngelihat
langit kayaknya mendung banget, gue cukup yakin bakal hujan dalam beberapa jam
ke depan. Tapi senggaknya gue udah sampai di GPLJ dulu, baru deh boleh hujan.
Hujan ajah gue tawar, apalagi nasi di warteg.
Karena jarak yang nggak jauh, kita
berdua tiba di tempat tujuan. Gedung Prundingan
Linggarjati. Untuk mengingatkan kita kembali, gue akan mencoba menjelaskan
sekilas sejarah tentang gedung Perundingan
Linggarjati dari berbagai sumber..
Pada bulan November 1946 gedung Perundingan Linggajati merupakan saksi sejarah tempat dilaksanakannya Perundingan Linggarjati antara pemerintah Indonesia (Serikat) dan kerajaan Belanda. Tempat itu dipilih karena Jakarta dan Yogyakarta yang menjadi ibu kota sementara saat itu, tidak memungkinkan melaksanakan perundingan. Maka dari itu diambil jalan tengah, perjanjian diadakan di Linggarjati, Kuningan.
Delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Sjahrir menginap di desa Linggasama, sebuah desa dekat Linggajati. Sementara Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Muhammad Hatta menginap di kediaman Bupati Kuningan. Kedua delegasi mengadakan perundingan pada tanggal 11-12 November 1946 yang ditengahi oleh Lord Kilearn (Inggris), penengah berkebangsaan Inggris.
![]() |
source |
Itulah sekilas sejarah gedung Perundingan Linggarjati, namanya juga sekilas ya nggak usah
banyak-banyak ya. Udah cukup segitu ajah. Lebih lengkapnya baca buku sejarah
ajah, biar kamu pinter..
Nyampe situ kita nggak mau cuman lihat-lihat
gedungnya doang, harus lihat isinya dengan bayar Rp 5.000 terlebih dahulu. Kita
berdua masuk ke dalam gedung, tapi kayak rumah. Gue juga bingung nggak
bener-bener menyerupai gedung, tapi cuman rumah ajah gitu biasa. Anehnya disebut
gedung. Karena dari sejarah yang gue baca juga, gedung ini adalah hotel yang
dulunya rumah milik seorang wanita indonesia yang nikah sama bule Belanda dan
di zaman penjajahan Jepang diubah lagi fungsi dan nama gedungnya.
Keadaan rumahnya adem banget. Gimana nggak
adem terletak di pegunungan dengan jarak 400 meter dari permukaan laut. Gue emang
nggak sempet ngukur dari laut sampe ke gedungnya, tinggal baca ajah di
Wikipedia. Abis lihat-lihat isi dari setiap ruangan, gue dan doi foto-foto.
“yank, foto dong sayang nih nggak tiap hari kesini”
“oke..”
Nggak tahu orang Indonesai mah kurang lengkap
ajah gitu kalau nggak foto saat di tempat-tempat wisata. Setelah cape
muter-muterin gedungnya gerimis pun turun. Pertanda gue harus pulang, mumpung gerimisnya
masih segede jarum. Tapi di tengah perjalanan pulang ujannya malah maikn gede,
untung kita bawa jas hujan. Kalau lagi musim hujan kayak gini emang wajib
banget bawa jas hujan.
Sampe rumah kita berdua tetep ajah basah
kuyup, tapi untungnya barang-barang berharga nggak ikutan basah. Setelah jalan-jalan
yang cukup melelahkan itu, gue seneng dan semoga dia pun seneng walau pun
malemnya dia sms ke gue katanya kedua kakinya sakit semua. Semoga lekas sembuh :* ...
ah, keren. penuh sejarah :))
BalasHapusjadi inget dulu waktu smp setiap belajar ips belajarnya perjannjian linggarjati mulu.. kalau nggak perjanjian renville~
Penasaran siapa dianya. Kok nggak pake foto?
BalasHapusHehehe, saya udah pernah ke gedung linggarjati waktu SMA. Lumayan buat tour sejarah. Nah, kalo ke Cidomba, saya malah belum pernah. Pernah ke jurug Cilengkrang belum?
ho oh. penasaran juga nih foto si dia... kenapa gak di post??
BalasHapusacieee... ngedate di tempat bersejarah cieee...